Sunday, December 16, 2012

Sengketa Pulau Sipadan Berakhir Menjadi Milik Malaysia

Sengketa yang berlangsung cukup lama pada pulau Sipadan sudah berakhir setelah 16 hakim MA international memutuskan Malaysia sebagai pemilik sah pulau ini. Kronologi sengketa pulau Sipadan adalah sebagai berikut:

Sengketa klaim atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara pihak Indonesia dan Malaysia muncul tahun 1969, ketika kedua negara sedang merundingkan batas landas kontinen. Kedua pulau Sipadan dan Ligitan tertera di Peta Malaysia sebagai bagian dari wilayah negara RI, padahal kedua pulau tersebut tidak tertera pada peta yang menjadi lampiran Perpu No. 4/1960 yang menjadi pedoman kerja Tim Teknis Indonesia. Dengan temuan tersebut Indonesia merasa berkepentingan untuk mengukuhkan Pulau Sipadan dan Ligitan. Maka dicarilah dasar hukum dan fakta historis serta bukti lain yang dapat mendukung kepemilikan dua pulau tersebut, dan begitu juga pihak Malaysia. Kedua belah pihak untuk sementara sepakat mengatakan dua pulau tersebut dalam “status quo”. Sejak saat itu berlangsung berbagai pertemuan dan perundingan antara keduanya untuk menyelesaikan sengketa secara damai.

Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di Bali menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan wilayah dengan negara tetangga lainnya.

Pada tahun 1992 kedua negara sepakat menyelesaikan masalah ini secara bilateral, diawali dengan pertemuan pejabat tinggi kedua negara. Hasil pertemuan menyepakati dibentuknya Komisi Bersama (Joint Commission/ JC) dan Kelompok Kerja Bersama (Joint Working Groups/ JWG). Serangkaian pertemuan JC dan JWG yang dilaksanakan tidak membawa hasil, kedua pihak berpegang (comitted) pada prinsipnya masing-masing yang. Pemerintah RI menunjuk Mensesneg Moerdiono dan Malaysia ditunjuk Wakil PM Anwar Ibrahim sebagai Wakil Khusus pemerintah untuk mencairkan kebuntuan forum JC/JWG. Namun dari empat kali pertemuan juga tidak pernah mencapai hasil kesepakatan. Pada pertemuan tanggal 6-7 Oktober 1996 di Kuala Lumpur Presiden Soeharto dan PM. Mahathir menyetujui rekomendasi wakil khusus dan selanjutnya pada 31 Mei 1997 disepakati “Special Agreement for the Submission to the International Court of Justice the Dispute between Indonesia & Malaysia concerning the Sovereignty over P. Sipadan and P. Ligitan”. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997. Special Agreement itu kemudian disampaikan secara resmi ke Mahkamah International (MI) pada 2 Nopember 1998.

Namun demikian kedua negara masih memiliki kewajiban menyampaikan posisi masing-masing melalui “Written pleading“ kepada Mahkamah Memorial pada 2 Nopember 1999 diikuti, “Counter Memorial” pada 2 Agustus 2000 dan “reply” pada 2 Maret 2001. Selanjutnya proses “Oral hearing” dari kedua negara bersengketa pada 3–12 Juni 2002. Dalam menghadapi dan menyiapkan materi tersebut diatas Indonesia membentuk satuan tugas khusus (SATGASSUS) yang terdiri dari berbagai institusi terkait yaitu : Deplu, Depdagri, Dephan, Mabes TNI, Dep. Energi dan SDM, Dishidros TNI AL, Bupati Nunukan, pakar kelautan dan pakar hukum laut International. Indonesia mengangkat “co agent” RI di MI/ICJ (International Court of Justice) yaitu Dirjen Pol Deplu, dan Dubes RI untuk Belanda. Indonesia juga mengangkat Tim Penasehat Hukum Internationl (International Counsels). Pihak Malaysia juga melakukan hal yang sama. Proses hukum di MI berlangsung kurang lebih 3 tahun. Selain itu, cukup banyak energi dan dana telah dikeluarkan. Menlu Hassas Wirayuda mengatakan kurang lebih 16 milyar rupiah dana telah dikeluarkan, sebagian besar untuk membayar pengacara.

No comments: